Sabtu, 04 April 2020

Peran Penting Literasi Digital dalam Menangkal Hoaks Covid-19

Oleh : Yowanda Fauziah

Virus corona menjadi informasi utama di berbagai media arus utama dan media sosial. Tidak sedikit informasi yang beredar itu merupakan hoaks, yang ironisya justru lebih dipercaya dan kemudian ikut menimbulkan kepanikan sosial. (voaindonesia.com) 

Dunia akhir-akhir ini seolah digemparkan oleh mewabahnya virus corona. Tidak hanya mewabah di negara asalnya yaitu Cina, virus ini juga menyebar ke ratusan negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), virus corona menular melalui orang yang telah terinfeksi virus corona. Penyakit dapat dengan mudah menyebar melalui tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang yang terinfeksi virus ini bersin atau batuk. Tetesan itu kemudian mendarat di sebuah benda atau permukaan yang lalu disentuh dan orang sehat tersebut menyentuh mata, hidung atau mulut mereka. Cara penyebaran Virus corona ketika tetesan kecil itu dihirup oleh seseorang ketika berdekatan dengan yang terinfeksi corona.

Virus Hoaks Corona Lebih Berbahaya dibanding Virus Corona

Menyebarnya virus corona ke berbagai negara juga diikuti oleh menyebarnya berita bohong tentang virus tersebut. Banyak media massa yang berlomba-lomba menyajikan informasi tentang virus tersebut. Sayangnya, berita yang dimuat di media massa bukan semuanya fakta namun ada juga yang berisi hoaks belaka. Contohnya Paus Fransiskus terjangkit virus, ketidaksiapan fasilitas kesehatan di Indonesia hadapi virus corona, beragam resep mencegah virus corona hingga informasi terparah  yaitu kabar empat orang meninggal yang ternyata hanya simulasi.

Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, bahkan mengatakan membanjirnya hoax dan disinformasi seputar virus corona bisa sama berbahayanya seperti virusnya sendiri.

"Ketika banjir informasi keliru yang sesat, yang membingungkan dan mengelabui banyak orang dan ia tidak kalah berbahayanya dibanding virusnya itu sendiri," kata Septiaji di saat berbicara di Diskusi Publik Mitigasi Hoax Corona di Kantor Kominfo, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Septiaji mengatakan saat ini sudah ada lebih dari 500 jenis hoax seputar virus corona yang menyebar di seluruh dunia. Sedangkan untuk di Indonesia, Kominfo telah menemukan 177 hoax selama periode 23 Januari hingga 8 Maret.

Menurut Septiaji, jenis hoax seputar virus corona yang ditemukan di Indonesia memiliki level viralitas yang tinggi. Ia pun meminta masyarakat Indonesia berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang berasal dari sumber tidak jelas.

Untuk menangkal hoax seputar virus corona semakin menyebar luas di masyarakat, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan literasi digital adalah obatnya. Ia pun mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam mempercayai info yang beredar di media sosial dan selalu mencari info dari otoritas resmi seperti Kementerian Kesehatan.

Literasi Digital Sarana Penangkal Hoaks

Saat ini, teknologi komunikasi seperti handphone dan internet sudah merebak kemana mana, kehadirannya sangat dibutuhkan. Para penggunanya sulit lepas sehingga menyebabkan ketergantungan, terlebih di kalangan remaja. Mayoritas remaja saat ini hampir 24 jam tiap harinya tidak bisa lepas dari telepon seluler masing masing dan inilah yang menyebabkan ketergantungan terhadap media sosial. Ketergantungan itulah yang membuat remaja tidak mampu meyaring hoax secara jernih. Tetapi, masyarakat Indonesia cenderung menerima informasi tanpa menglkasifikasi kebenarannya terlebih dahulu. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Center of International Governance Innovation (CIGI) dan Ipsos tahun 2016, sebanyak 65 persen dari pengguna internet di Indonesia percaya dengan kebenaran informasi di dunia maya tanpa check and recheck, hingga dalam hitungan detik informasi tersebut tersebar.

Menyebarnya hoaks di masyarakat disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai literasi digital. Pengetahuan ini mampu mengarahkan masyarakat untuk tetap cerdas bermedsos dengan Soft Approach dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang fenomena hoaks di era millenial, membuka pikiran betapa bahayanya hoaks, serta memberikan pengetehuan literasi digital kepada masyarakat. Gerakan literasi digital merupakan upaya menyadarkan masyarakat betapa pentingngya meningkatan kemampuan menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, menerima, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dengan efektif. Dengan Gerakan Literasi Digital ini, masyarakat dilatih untuk mengoptimalkan kebaikan bermedsos juga mengakses informasi yang positif, dengan pengetahuan untuk tidak menerima informasi secara gamblang sebelum menguji kebenarannya hingga masyarakat diajarkan kritis dalam menerima informasi. (Dikutip dari kompasiana.com)

Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012 sekitar 91,68% penduduk Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas lebih gemar menonton televisi. Padahal  tayangan televisi di Indonesia kurang mendidik. Lebih miris lagi dengan data yang dikeluarkan oleh Educational Scientifi and Cultural Organization (UNESCO) pada tahun 2012 menyatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 persen berati hanya 1000 di Indonesia yang memiliki minat baca. Maka kita remaja sebagai generasi penerus bangsa harus menjadi pelopor budaya literasi pada masyarakat Indonesia.

Terlebih dengan kehadiran internet bagi remaja generasi milenial saat ini menyebabkan minat mereka untuk membaca buku konfesional turun drastis. Berdasarkan studi Most Littered Nation In The World yang dilakukan oleh Central Connecticut University pada Maret 2006, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dengan minat baca rendah. Indonesia berada di bawah Thailand dengan urutann ke 59 dan di atas Boswana yang menduduki peringkat ke 61. Keadaan ini sangat memprihatinkan dan menandakan bahwa begitu kurangnya budaya literasi pada masyarakat Indonesia. Padahal budaya literasi sangat penting bagi majunya peradaban suatu bangsa. Membaca sama dengan membuka jendela dunia, dengan membaca tentunya wawasan suatu bangsa akan semakin luas.
Literasi digital sangat diperlukan terutama untuk meningkatkan keterampilan membaca, mengingat bahwa Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara dengan minat baca rendah. Selain itu meningkatkan kemampuan literasi siswa juga menjadi cara yang efektif untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Tujuan umum terciptanya gerakan literasi sekolah (dikutip dari Penerbit Erlangga) yaitu untuk menumbuhkembangkan budi peketi peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam gerakan literasi agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Demi terlaksananya program literasi tersebut pemerintah juga harus memberikan fasilitas yang memadai. Tersedianya perpustakaan disetiap sekolah, memperbanyak buku bermutu di perpustkaan umum dan perpustakaan sekolah, mendirikan taman baca mini serta taman yang nyaman untuk membaca. Fasilitas yang memadai akan mendorong siswa untuk gemar mambaca.

Selain itu, pemeritah juga dapat membudayakan literasi melalui tayangan televisi semua stasiun televisi Indonesia. Sebuah data dari BPS menyatakan bahwa jumlah rata rata waktu yang digunakan anak Indonesia dalam menonton televisi adalah 300 menit per hari. Jumlah ini jauh lebih besar dibanding anak anak di Australia yang hanya  50 menit perhari dan di Amerika yang hanya 100 menit perhari, apalagi Kanada yang hanya 60 menit per hari (Republik,12 September 2015). Berdasarkan data tersebut, membudayakan literasi melalui siaran televisi tentu menjadi langkah yang strategis bagi kemajuan negeri ini.
Media sosial menawarkan berbegai informasi baik positif maupun negatif.

Literasi digital diperlukan agar masyarakat mampu memilah infremasi dan memerangi hoaks, serta menyaring terlebih dahulu sebuah informasi sebelum membagikannya.
Elly Leo Fara, S.Pd seorang guru BK SMAN Pontianak dan Mahasiswa Magister TeP FKIP Untan memaparkan literasi digital akan menciptakan tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis dan kreatif. Mereka tidak akan mudah termakan isu yang profokatif, menjadi korban informasi hoax, atau korban penipuan berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan masyarakat akan cenderung aman dan kondusif.

Menjadi literat digital berarti tidak hanya mengetahui canggihnya teknologi, namun juga mampu menerapkan teknologi tepat guna. Memanfaatkan media sosial sepenuhnya. Karena keadaan saat ini menuntut masyarakat terutama remaja sebagai generasi penerus bangsa untuk melek teknologi.

Literasi Media Sosial Sarana Penangkal Hoax

Tidak dapat dipungkiri, kehadiran internet saat ini sangat berpengaruh pada kehidupan seluruh lapisan masyarakat, terutama remaja. Hampir 24 jam kehidupan remaja tidak dapat lepas dari internet. Dihimpun dari data statista.com masyarakat Indonesia menggunakan gadget 44 persen hanya untuk foto dan video. Sementara hanya 3 persen dari masyarakat Indonesia terutama remaja yang menggunakan gadget sebagai budaya literasi dengan membaca e-book atau majalah digital. Keadaan itu tentu sangat memprihatinkan.  Bahkan, kehadiran internet juga menurunkan minat baca masyarakat Indonesia. Mereka lebih memilih untuk berselancar di dunia maya tanpa mendapatkan hal yang bermanfaat dalam setiap guliran di laman facebook, instagram, twitter, atau media sosial lainnya. Sebutan “sarana membaca” itu menjadi sia sia dengan dengan tidak menjadikan internet sebagai sesuatu yang informatif dan menambah intelektual pribadi merekaHal diatas diperkuat dengan hasil survei yang diadakan oleh Asosiasi Peyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 pengguna internet Indonesia mencapai 143,26 juta jiwa. Angka terebut tidak dapat diremehkan, mengingat jumlah tersebut 54,6 persen dari totoal populasi penduduk Indonesia ang mencapai 262 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat Indonesia sangat besar.

Kurangnya kematangan pola pikir remaja menghadapi kemajuan teknologi membuat mereka tidak bisa memanfaatkan teknologi secara maksimal. Padahal berselancar di dunia maya dapat digolongkan sebagai sarana membaca. Namun remaja kebanyakan memilih menghabiskan waktu dengan media sosial tanpa mendapatkan hal yang bermanfaat dalam setiap guliran di laman facebook, instagram, twitter, atau media sosial lainnya. Sebutan “sarana membaca” itu menjadi sia sia dengan dengan tidak menjadikan internet sebagai sesuatu yang informatif dan menambah intelektual pribadi mereka

Masyarakat seakan tergila gila dengan adanya internet, padahal banyak hoax yang bertebaran di mesia sosial. Mereka dituntut untuk bisa menyimpulkan mana berita benar dan mana berita bohong. Penyebaran informasi tanpa dikoreksi mampu memecah belah publik. Oleh karena itu, literasi media sosial sangat dibutuhkan oleh pengguna internet agar mereka tidak menjadi korban hoax.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dedi Rianto Rahadi menunjukkan bahwa faktor yang menyebabkan pengguna cenderung mudah percaya pada informasi hoax adalah jika informasinya sesuai dengan opini atau sikap yang dimiliki. Sedangkan media sosial sangat berpengaruh terhadap terbentuknya opini seseorang.
Agar pengguna internet dapat membedakan mana fakta mana hoax, Rheingold (Crook, 2012) mendiskusikan ada lima cara untuk dapat meliterasi media sosial:
1. Perhatian
Kemampuan untuk mengidentifikasi ketika dibutuhkan fokus perhatian dan mengenali ketika multitasking bermanfaat. Perhatian dapat dicapai dengan memahami bagaimana pemikiran orang. Akan sulit untuk memfokuskan perhatian karena pikiran kita cenderung berjalan acak.
2. Partisipasi
Mengetahui kapan dan bagaimana partisipasi merupakan hal penting. Partisipasi memberikan pengguna pengalaman berbeda saat menjadi produktif. Partisipasi dalam media sosial dibedakan menjadi dua yaitu netizen aktif dan netizen pasif. Netizen aktif merupakan pengguna media sosial yang ikut memberikan post di media sosial. sedangkan pengguna pasif merupakan pengguna  media sosial yang hanya membaca lini masa media sosial tanpa memberikan posting-an.
3. Kolaborasi
Pengguna dapat mencapai lebih dengan bekerja sama dibandingkan dengan bekerja sendirian. Melalui kolaborasi, redudansi dapat dihilangkan dan pekerjaan dapat didistribusikan. Adanya kolaborasi memungkinkan masyarakat berbagi sumber daya dan membangun ide lain.
4. Kesadaran jaringan
Jaringan sosial saat ini diperluas dengan adanya teknologi. Saat ini masyarakat dapat menjadi anggota dari newsgroup, komunitas virtual, situs gossip, forum dan organisasi lainnya. Pemahaman mengenai sosial dan jaringan teknis.
5. Pemakaian secara kritis
Pemakaian secara kritis adalah evaluasi tentang apa dan siapa yang dapat dipercayai. Sebelum mempercayai, mengkomunikasikan, atau menggunakan apa yang ditulis oleh orang lain, ada baiknya melakukan identifikasi. Cek klaim yang terdapat dalam informasi tersebut, lihatlah latar belakang penulis, sumber daya dan keakuratannya.
Menjadi literat digital berarti tidak hanya mengetahui canggihnya teknologi, namun juga mampu menerapkan teknologi tepat guna. Memanfaatkan media sosial sepenuhnya. Bisa menyaring informasi yang diterima. Mengecek kebenaran sbuah infomasi sebelum menyebarkan. Maka kita akan menjadi pengguna media sosial yang bijak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar